MEDIKALOGI.COM – Saat ini kasus penderita autisme pada anak mengalami peningkatan yang cukup tajam dari masa ke masa sehingga mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
Beberapa ahli menyebutkan autis merupakan kelainan genetik yang mengakibatkan gangguan fungsional susunan saraf pusat yang disertai gangguan kerusakan pada saluran cerna.
Hingga saat ini penyebab autisme belum diketahui secara pasti. Namun, autisme dapat disebabkan dan dipicu oleh berbagai hal di antaranya gangguan dan infeksi sejak dalam kehamilan, pengaruh reaksi simpang makanan, dan berbagai pemicu lainnya.
Beberapa penelitian menunjukkan terdapat perbedaan gangguan sistem susunan saraf pusat di otak termasuk struktur dan fungsinya.
Autisme dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik.
Angka kejadian autisme tampaknya meningkat pesat dalam beberapa tahun terahkir ini. Peningkatan ini terutama karena meningkatnya penyampaian informasi yang disampaikan berbagai media cetak maupun elektronik terutama internet. Sehingga baik kalangan medis maupun awam mengetahui perkembangan tehnolgi kesehatan yang berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga masalah penyimpangan perilaku pada anak khususnya autisme ini menjadi persoalan yang aktual dan menarik yang ingin diketahui oleh masyarakat baik dari kalangan akademisi maupun masyarakat umumnya.
Meski beberapa penelitian sebelumnya menujukkan bahwa tidak terdapat perbedaan sistem susunan saraf pusat anak autisme, tetapi sebaliknya semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam otak atau sistem susunan saraf pusatnya.
Pada umumnya para ahli sepakat gangguan pada otak itu justru lebih banyak terjadi saat kehamilan. Sehingga selama ini berkaitan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan gangguan dan infeksi pada kehamilan seperti infeksi saluran kencing, demam yang tidak diketahui sebabnya bahkan flu berkepanjangan dapat meningkatkan resiko autisme pada janin yang dikandung. Sehingga para ahli juga sepakat sebaiknya jangan meremehkan gangguan infeksi atau gangguan lain saat kehamilan.
Berikut 13 macam gangguan struktur dan fungsi otak penderita autisme
1. Volume otak lebih berat dan berlebihan
Para ilmuwan dalam riset terbaru menemukan, anak-anak autis pada umumnya memiliki otak yang lebih berat dan sel-sel otak yang berlebihan. Penelitian dilakukan pada otak 13 anak laki-laki usia 2-16 tahun. Otak mereka didonasikan untuk penelitian setelah anak-anak itu meninggal. Menggunakan teknik mikroskopik para peneliti menghitung jumlah sel otak atau neuron di otak anak-anak itu. Sebanyak 7 anak menderita autisme dan 6 anak tidak.
Para ilmuwan menemukan bahwa otak anak autis memiliki neuron di area cortex prefrontal 67 persen lebih banyak. Area itu berkaitan dengan fungsi sosial, emosional dan proses komunikasi, fungsi yang terganggu pada anak autis. Otak anak autis juga memiliki berat 17,5 persen lebih berat dibanding anak tanpa gangguan ini.
Di otak bagian dorsolateral korteks prefrontal, anak-anak autis memiliki sel saraf 79% lebih banyak. Di otak bagian mesial korteks prefrontal, anak-anak autis memiliki sel saraf 29% lebih banyak. Di otak bagian dorsolateral korteks prefrontal, rata-rata terdapat 1,57 miliar sel saraf pada anak autis, dibandingkan dengan 0.88 miliar pada anak lain.
Di otak bagian mesial korteks prefrontal, rata-rata terdapat 0.36 miliar sel saraf pada anak autis, dibandingkan dengan 0,28 miliar pada anak lain. Perbedaan berat otak sebesar 17,6% bdi antara anak-anak dengan autisme, dibandingkan dengan 0,2% di antara mereka tanpa autisme. Bersama-sama, 2 sub bagian otak memberikan jumlah gabungan sel saraf prafrontal 67 persen lebih besar pada anak-anak autis dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Bertambahnya berat dan jumlah sel saraf otak pada kelompok autis tidak signifikan berkorelasi. Alasannya adalah hal yang sama juga bisa dijumpai pada anak yang mengalami megalencephaly atau pembesaran otak yang tidak normal. Perkembangan neuron di area prefrontal cortex terjadi saat kehamilan.
Saat janin berkembang di kandungan terjadi pertumbuhan berlebihan sel otak, terutama di usia 10-20 minggu kehamilan. Pertumbuhan itu diikuti oleh ledakan dan separuh sel-sel otak mati sehingga saat lahir bayi memiliki ukuran otak yang normal. Para ilmuwan mengatakan siklus tersebut membuat otak mengatur dirinya dan sel-sel otak saling tersambung satu sama lain. Namun jika terjadi pertumbuhan berlebihan, koneksi antar sel otak ini akan terganggu.
2. Ukuran kepala dan otak lebih besar
Studi sebelumnya menunjukkan, anak autis memiliki ukuran kepala lebih besar dan otak. Selain itu bagian otak yang penting untuk memroses emosi, komunikasi dan sosial berkembang berlebihan. Pada 2005, para ahli meneliti sekelompok anak berusia 2 tahun , dan menemukan bahwa seorang anak pengidap autisme memiliki otak dengan ukuran 5% hingga 10% lebih besar dibandingkan anak yang tidak mengalami gangguan tersebut.
Para ahli belum lama ini melakukan pemeriksaan terhadap kelompok anak yang sama setelah mereka menginjak usia 5 tahun. Para psikiatri melakukan scan otak ulang pada 38 anak pengidap autisme dan 21 anak non autisme. Hasilnya menunjukkan bahwa anak autistik masih memiliki ukuran otak yang sedikit lebih besar, tetapi tetapi ukuran pertumbuhannya sama dengan kelompok anak yang tidak mengidap autisme.
3. Volume hipokampus dan sistem limbik tidak normal
Kuantitatif Magnetic Resonance Imaging (MRI) studi tentang mikro dan macrostructure pada anak-anak dengan autisme menunjukkan heterogenitas populasi autistik dari faktor-faktor seperti variasi kecerdasan dan tidak cukup akuntansi untuk yang berkaitan dengan usia perubahan dalam perkembangan otak.
Penelitian telah dilakukan terhadap volumetri global dan regional, relaxometry, anisotropi, dan diffusometry bagian Greymatter (otak abu-abu) dan putih pada 10 anak autisme berfungsi sebagai kontrol kecerdasan nonverbal. Ternyata hasilnya menunjukkan volume hipokampus normalisasi meningkat dengan usia pada individu autisme dengan struktur limbik yang lebih besar pada. Demikian pula volume Hippocampus lebih besar pada anak-anak autisme.
Volume Hippocampus berkorelasi terbalik dengan kecerdasan nonverbal seluruh individu kontrol. Pola kelainan hippocampal menunjukkan adanya gangguan pada perkembangan otak pada anak-anak autisme intelek independen.
4. Pertumbuhan yang berlebihan dan disfungsi pada korteks prefrontal serta area-area otak lainnya
Korteks prefrontal merupakan bagian lapisan terluar kortikal otak, yang terdiri dari satu-sepertiga dari semua materi abu-abu kortikal. Lapisan ini merupakan bagian otak yang terlibat dalam sosial, bahasa, komunikasi, fungsi afektif dan kognitif, merupakan fungsi yang paling mendapat gangguan pada autisme.
Penelitian pencitraan otak pada anak-anak penderita autisme telah menunjukkan pertumbuhan yang berlebihan dan disfungsi pada korteks prefrontal serta area-area otak lainnya. Sebuah studi dari para peneliti di University of California, Autism Center of Excellence San Diego, menunjukkan bahwa pertumbuhan otak pada anak penderita autis melibatkan jumlah neuron yang berlebihan di area otak yang berhubungan dengan sosial, komunikasi dan perkembangan kognitif.
Studi ini menemukan bahwa anak-anak penderita autisme memiliki kelebihan neuron hingga 67 persen pada korteks prefrontalnya. Otak anak-anak autis juga lebih berat dibandingkan anak-anak yang bertumbuh secara normal pada usia yang sama. Karena neuron kortikal baru tidak dihasilkan setelah kelahiran, maka peningkatan jumlah neuron pada anak autisme telah terjadi pada proses kehamilan.
Proliferasi (perkembangan) neuron tersebut bersifat eksponensial antara kehamilan 10 minggu dan 20 minggu, dan biasanya menghasilkan peluapan neuron pada poin dalam perkembangan janin ini. Namun, selama trimester ketiga kehamilan dan kehidupan awal bayi, sekitar setengah dari neuron biasanya dikeluarkan dalam proses yang disebut apoptosis (kematian sel). Kegagalan dari proses perkembangan awal yang penting ini akan menciptakan kelebihan patologis neuron kortikal yang besar.
5. Neuron pada prefrontal cortex lebih banyak
Temuan studi ini didasarkan pada analisis post-mortem dari tujuh anak laki-laki autis yang berusia antara 2-16 tahun yang semuanya menderita kematian karena kecelakaan. Sebagian besar kematian itu diakibatkan karena tenggelam, satu orang kehilangan nyawa karena kanker otot pada usia 8 tahun, dan penyebab kematian dari seorang yang autis pada usia 16 tahun belum ditemukan.
Para peneliti memeriksa otak dari para anak laki-laki pengidap autis tersebut dan membandingkannya dengan kelompok kontrol setengah lusin anak-anak yang meninggal karena kecelakaan. Hasil temuan mereka mengungkap bahwa otak dari anak laki-laki yang kena autis lebih berat 18 persen, berisi 67 persen neuron pada prefrontal cortex dibanding otak normal berdasarkan umur.
Prefrontal cortex merupakan area di otak yang bertanggung jawab terhadap perilaku tertentu, termasuk kemampuan sosial, perhatian, suasana hati. Banyaknya sel-sel otak di bagian yang bertanggung jawab untuk komunikasi dan perkembangan emosi diduga menjadi penyebab autisme. Karena cortical neurons tidak dihasilkan pada kehidupan setelah melahirkan, peningkatan patologis pada jumlah neuron dalam anak-anak autis mengindikasikan penyebab dalam masa prenatal.
6. Mutasi genetik memotong komunikasi antar sel otak
Peneliti menyatakan bahwa mereka telah menemukan mutasi genetik pada orang yang menderita autisme. Mutasi ini memotong komunikasi antar sel otak hingga sepersepuluh tingkat normal. Dalam penelitian tersebut ditemukan sebuah protein yang bermutasi pada penderita autisme.
Protein ini mampu membantu transfer data antar sel otak melalui jalur saraf yang disebut synapses. Ini menyebabkan penderita autisme mengalami masalah perilaku dam kemampuan kognitif. Mutasi protein yang disebut Shank3 ini menawarkan banyak kemungkinan untuk merawat autisme. Perkembangan perawatannya mungkin baru ada beberapa tahun lagi. Namun kami mengetahui kinerjanya, kami mengetahui bagian yang bermasalah.
7. Perbedaan dalam mielinasi callosal
Magnetization Transfer Ratio (MTR) dan Histogram puncak MTR tinggi dan lokasi secara signifikan lebih tinggi pada anak-anak dengan autisme daripada biasanya mengembangkan anak, menunjukkan mielinasi yang abnormal dari corpus callosum dalam autismePerbedaan dalam mielinasi callosal mungkin mencerminkan perubahan dalam proses normal yang diatur dengan baik mielinasi otak, dengan implikasi yang luas untuk neuropatologi, diagnosis, dan pengobatan autisme.
8. Ketidak seimbangan metabolisme inter-regional dan inter-hemispheric brain metabolisme
Pada pemerikasaan Functional neuroimaging didapatkan ketidak seimbangan metabolisme inter-regional dan inter-hemispheric brain metabolism
9. Gangguan aliran darah pada otak bagian anterior cingulate gyrus
Dalam penilian lain menunjukkan pada penderita Autisme didapatkan gangguan aliran darah pada otak bagian anterior cingulate gyrus
10. Peran potensial antibodi plasma ibu terhadap manusia protein otak janin
Peran potensial autoantibodies ibu dalam penyebab beberapa kasus autisme telah diusulkan dalam studi sebelumnya. Penelitian terhadap peran antibodi plasma ibu terhadap manusia protein otak janin dan dewasa dianalisis dengan western blot pada 61 ibu dari anak-anak dengan gangguan autis dan 102 kontrol.
Adanya antibodi dalam plasma beberapa ibu dari anak-anak dengan autisme, serta temuan diferensial antara ibu dari anak-anak dengan onset dini dan autisme regresif dapat menunjukkan hubungan antara transfer autoantibodi IgG pada neurodevelopment awal dan risiko berkembangnya autisme pada beberapa anak
11. Disfungsi sistem saraf dalam mediasi pengolahan objek dan kognisi sosial
Penelitian terhadap gangguan spektrum autisme (ASD) mengungkapkan adanya disfungsi dalam sistem saraf mediasi pengolahan objek dan kognisi sosial. Respon kortikal dalam biasanya berkembang remaja dan orang-orang dengan ASD terhadap rangsangan dari domain konseptual yang berbeda yang dikenal untuk mendapatkan kategori yang berhubungan dengan aktivitas dalam sistem saraf yang terpisah.
Didapatkan defisit selektif dalam rangsangan sosial yang dinamis (video dan titik-light display orang, bergerak bentuk geometris), tetapi tidak gambar statis, di wilayah lateral yang fungsional lokal dari gyrus fusiform kanan, termasuk daerah fusiform wajah. Sebaliknya, tidak ada perbedaan kelompok yang ditemukan dalam menanggapi baik gambar statis atau rangsangan dinamis di daerah otak lain yang terkait dengan wajah dan proses sosial (misalnya posterior sulkus temporal superior, amigdala), menunjukkan konektivitas teratur antara daerah dan gyrus fusiform di ASD. Kemungkinan ini diperkuat oleh analisis konektivitas fungsional.
12. Gangguan neurotransmiter otak
Dalam berbagai tinjauan penelitian berbasis imunoneuropatobiologis menunjukkan bahwa Neurotransmiter berperanan sangat penting dalam gangguan autisme dan gangguan perilaku lainnya. Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan perilaku tersebut adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin.
Selain itu, penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya kelompok neurotransmiter lain yang berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida, termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak seimbang (unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu normal.
GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal pada pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas dan asgresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia.
13. Defisiensi atau kekurangan fungsional sinyal GABAergic
Neuropatologi autisme dan epilepsi memiliki histologi yang sama melibatkan proses neurogenesis, migrasi saraf, sel mati terprogram, dan perkembangan neurite. Kemajuan genetik telah mengidentifikasi beberapa molekul yang berpartisipasi dalam pembangunan saraf, konektivitas jaringan otak, dan fungsi sinaptik yang terlibat dalam patogenesis autisme dan epilepsi.
Mutasi di GABA (A) subunit reseptor telah sering dikaitkan dengan epilepsi, autisme, dan gangguan neuropsikiatri lainnya. Defisiensi atau kekurangan fungsional sinyal GABA ergic adalah mekanisme molekuler potensial umum mendasari co-morbiditas autisme dan epilepsi.
10 TOPIK MENARIK LAINNYA
url:avatars mds yandex net/get-images-cbir/10266910/A0o3j5Mw9KOtL2Lps_yehQ3443/orig, pepek anak SD, cara membuat handbody racikan makassar, cara melebatkan bulu kemaluan, DAUN wisa, cara menghitamkan tahi lalat, fakta reaksi minum jus nanas campur ragi, cara meracik handbody marina, cara melepas behel dengan baking powder, cara membesarkan tahi lalat